Feeds:
Pos
Komentar

Posts Tagged ‘diva press’

Cover

Penjaja Cerita Cinta

Judul          : Penjaja Cerita Cinta
Penulis       : @edi_akhiles
Penerbit     : DIVA Press, Yogyakarta
Cetakan 1  : Desember 2013
Tebal         : 192 halaman

Buku ini merupakan buku paling berkesan yang pernah aku miliki. Buku kumpulan cerpen ini aku dapatkan secara gratis dari penulisnya langsung (Bapak @edi_akhiles), plus tanda tangan, plus dikasi kesempatan langsung untuk me-review kumcer ini. Bagiku ini merupakan suatu kehormatan. Terima kasih banyak Bapak @edi_akhiles ^_^

Buku ini terdiri dari 15 cerpen dengan berbagai tema/genre, topik, sudut pandang, dan gaya bahasa. Tokoh utamanya juga beragam, mulai dari anak kecil, ABG, remaja dewasa, seorang suami, seorang istri, sampai nenek-nenek. Gaya bahasa yang digunakan juga macam-macam, seperti gaya gue-elo ala ABG jaman sekarang, sampai gaya bahasa yang nyastra abis, serta gaya bahasa yang bisa dibilang cukup religius/islami.

Berikut ini adalah review-ku pada tiap cerpen dalam buku ini:

 

PENJAJA CERITA CINTA

Dan adakah sakit yang lebih menyakitkan daripada kepingan rindu yang tak pernah tersatukan? (hal. 22)

Cerpen ini bercerita tentang seorang tokoh yang diceritakan oleh seorang penjaja cerita cinta.  Aku merasa déjà vu saat membaca cerpen ini, mungkin karena tokoh yang diceritakan bernama Senja dan ada hubungannya dengan senja. Cerpen ini terdiri dari beberapa bagian yaitu Kesetiaan, Rindu, Perpisahan, dan Kenangan. Aku rasa cerpen ini cocok banget buat kalian yang lagi LDR-an atau buat kalian yang lagi digantung dalam ketidakpastian.

 

LOVE IS KETEK

Ah, cewek, cewek. Juara banget jorokin cowok ke sudut-sudut terjal “rasa bersalah”, untuk kemudian merasa senang bahagia, lalu punya senjata untuk di kemudian hari kembali mengangkat masalah lama, yang intinya adalah untuk “kemenangan dia”. Kayak main bola aja sih cinta di tangan cewek begituan… (hal. 51)

Sebagai cewek, aku setuju banget sama kutipan diatas, memang kebanyakan cewek begitu kali ya? Sepertinya cerpen ini diambil dari pengalaman pribadi sang penulis :D. Hal seperti ini sering terjadi dalam dunia nyata, cuma dalam masalah yang lebih kompleks seperti perselingkuhan (misalnya). Uniknya disini penulis menggunakan masalah sepele yang anti mainstream, yaitu ketek!

 

CINTA YANG TAK BERKATA-KATA

“Setiap kata selalu memproduksi makna yang berbeda. Kadang, bahkan kata mendustai makna dirinya sendiri. Semakin terulang sebuah kata, semakin terkikislah maknanya, semakin terdustakanlah makna aslinya…” (hal. 62-63)

Mungkin ada yang pernah ngeluh soal pacarnya yang gak romantis. Tapi coba bayangkan jika kekasihmu adalah seorang penyair dan setiap hari kamu dihujani dengan puisi-puisi cinta. Simak kisahnya di cerpen ini!

 

DIJUAL MURAH SURGA DAN SEISINYA

Aku menggeleng, pusing, sangat pusing. Ada sangat banyak dosa yang telah kuperbuat, entah itu yang memang kutahu sebagai dosa atau bukan dosa tapi sesungguhnya di mata Allah adalah dosa. (hal. 72)

Teguran dari Tuhan bisa datang kapan saja, dimana saja, dan  dari siapa saja. Tak menyangka kan kalau kita mungkin saja mengalami hal yang sama seperti yang dialami oleh tokoh dalam cerpen ini. Si tokoh diberitahu cara mudah masuk surga oleh seorang lelaki tua penjual obat di Candi Borobudur ketika sedang berlibur. Mau tau gimana caranya? Silahkan baca sendiri cerpennya, biar penasaran.

 

MENGGAMBAR TUBUH MAMA

Ya, aku hanya ingin mama, sepenuhnya seperti mama, bukan yang lain-lain, karenanya gambar tubuh mama ini tidak boleh sedikit pun berbeda dengan tubuh asli mama yang selama ini kuhapal dengan baik. (hal. 75)

Bagaimana perasaan seorang anak kecil yang melihat dengan mata kepalanya sendiri ketika ibunya dibunuh dengan sadis? Bahkan kepalanya sampai putus! Penulis menguraikan perasaan sang anak dengan sangat sederhana tapi menghanyutkan. Satu lagi, pada paragraf awal sang penulis benar-benar berani dalam menuturkan detik demi detik sebuah adegan pembunuhan yang sadis. Kagum!

 

SECANGKIR KOPI UNTUK TUHAN

“…Padahal semua kita tahu betapa pilihan cinta bukanlah soal benar-salah, halal-haram, tetapi soal hati…” (hal. 86)

Cerpen ini ditujukan untuk mengenang Marco Simoncelli. Meskipun aku bukan penggemar Moto GP, aku juga sempat menonton video pada saat detik-detik terakhir kepergian Marco Simoncelli. Tentu saja sang penulis sangat terpukul dengan kejadian itu, apalagi sang penulis melihat kejadian tersebut secara langsung di lokasi kejadian. Tak heran jika sang penulis sampai ingin mempersembahkan secangkir kopi untuk Tuhan demi idolanya.

 

TAK TUNGGU BALIMU

Ahaaaa…dia terluka, berrrooooo!!! Anak S-3 pun bisa galau! Ternyata galau benar-benar lintas apa pun ya… (hal. 102)

Jangan terlalu benci dengan sesuatu, atau nanti kamu akan jatuh cinta dengannya! Itulah kira-kira yang ingin disampaikan oleh penulis. Dan diantara kalian pasti ada yang pernah merasakan hal serupa.

 

CINTA CANTIK

“Cinta sejati itu sulit, Bro, butuh perjuangan, kerja keras, pengorbanan, dan pengertian. Nggak heran deh kalau Kahlis Gibran tuh sampai ngomong gini: Jika engkau ingin melihat indahnya fajar, maka engkau harus melihat kelamnya malam…” (hal. 112)

Pernah jatuh cinta dengan orang yang belum pernah kalian temui? Kenalan di sosial media atau kenalan di chat room mungkin. Ada baiknya kalian baca cerpen ini, dan segera sadarkan diri kalian.

 

TAMPARAN TUHAN

“Bila setiap orang yang merasa terdzalimi bermunajat pada Tuhan agar lara hatinya terbalaskan, dikabulkan oleh-Nya, sungguh semua orang akan tertampar oleh lakunya sendiri sebagai tamparan cermin kehidupan, tamparan Tuhan. …” (hal. 118)

Kita tidak boleh sombong, apalagi SKSD dengan Tuhan. Dan yang jelas cerpen ini sangat ‘menampar’.

 

ABAH, I LOVE YOU…

… Yang kutahu kini hanyalah selalu berusaha membuktikan padanya bahwa akulah ini anak yang amat bangga padanya, bahagia atas semua caranya membesarkanku selama ini, dan belajar banyak hal yang luar biasa atas segala teladannya selama ini. (hal. 131)

Kadang romantisme tidak sering terjadi di dalam keluarga. Meskipun kita sangat menyayangi orang tua kita, seberapa sering kita bilang cinta kepada orang tua? Kalau aku, tidak pernah. Tapi aku selalu berusaha menunjukkannya dalam setiap perbuatanku. Seperti itulah cerpen ini.

 

CERITA SEBUAH KEMALUAN

“Andai masing-masing kita punya dua kemaluan, pastilah kita akan entengan untuk tidak menjaga malu kita. Sebab kalaupun satu kemaluan itu terkuak malunya, masih ada serep satu lagi kan?” (hal. 140)

Buat kalian yang otaknya ngeres, mohon dengan sangat agar baca cerpen ini sampai habis. Hal ini agar tidak terjadi kesalahan penafsiran tentang maksud dari cerpen ini. Karena di bagian awal, pikiran kita akan diarahkan kepada sesuatu yang bukan maskud asli dari cerpen ini.

 

MUNYUK!

… Tapi ia masih tetap menunggu, di atas sajadahnya, di atas tangisnya, di atas doanya untuk keselamatan lelakinya itu. Lelaki yang telah mengatainya munyuk, bahkan lebih buruk dari munyuk. (hal. 148)

Sang penulis sangat piawai menempatkan diri sebagai seorang wanita, meski sesungguhnya ia adalah seorang pria. Cerpen ini bercerita tentang kesetiaan seorang istri yang masih tetap sabar, meskipun telah diperlakukan dengan buruk oleh suaminya. Masih adakah yang seperti itu?

 

LENGKING HATI SEORANG IBU YANG DITINGGAL MATI ANAKNYA

“Hei manusia, tak pernah ada hati yang mampu merasakan luka maha berdarah kecuali hati ibu saat ditinggal mati oleh anaknya! Rasakanlah sekarang, saat ibumu kubawa pergi, seberapa berdarahkah hatimu ya…” (hal. 157)

Usai membaca cerpen ini, aku merasa kalau aku harus lebih sering menunjukkan rasa sayang dan perhatianku pada ibu. Entah siapa yang akan lebih dulu pergi, setidaknya aku ingin lebih sering menunjukkan kasihku padanya.

 

AKU BUKAN BATU!!

… Tolonglah Tuhan, jangan perlakukan aku seperti batu, sebab aku bukanlah batu yang tak berperasaan, tak berego, tak bercinta!” (hal. 165)

Cerpen yang cukup menguras emosi hati. Beberapa diantara kita mungkin juga pernah berteriak, entah kepada siapa pun, ‘aku bukan batu!!’ Karena kita sebagai manusia, pastilah ingin dianggap keberadannya.

 

SI X, SI X, AND GOD

“Bagaimana ya hati bisa memberitahumu?”

“Kan hati memang menyimpan nurani, nah nurani itu menyuarakan angel.”

“Itulah suara Tuhan!” (hal. 177)

Ini cerpen termasuk unik dan tergolong langka. Karena keseluruhan isi cerpen ini hanya berupa dialog tanpa narasi sama sekali. Aku baru pertama kali membaca cerpen dengan tampilan 100% dialog tanpa narasi. Sepertinya patut dicoba membuat cerpen macam begini. Cerpen ini berisi percakapan dua orang yang sedang berbicara mengenai Tuhan. Kalian pernah punya pertanyaan tentang keberadaan Tuhan? Mungkin kalian akan menemukan jawabannya dalam cerpen ini.

***

Penulis kumcer ini benar-benar pandai dalam memilih dan memainkan kata. Aku kagum dengan kosa kata yang dimiliki oleh penulis, juga kiasan-kiasan yang digunakannya. Sepertinya si penulis sudah hapal dengan semua kata yang ada dalam KBBI. Tak heran jika sang penulis telah dianugerahi sebagai salah satu Pegiat Sastra di Yogyakarta oleh Balai Bahasa Yogyakarta pada tahun 2013. Berikut beberapa kalimat kiasan yang aku suka.

Gerimis yang tak kunjung memperlihatkan tanda-tanda bosannya mencumbui tanah diam-diam membuat mataku turut bergerimis. (hal. 46)

Senja kian berarak menenggelamkan dirinya di balik cakrawala yang keperakan di kejauhan angkasa. (hal. 58)

Sore ini, langit Sepang menangis. Gulungan mendung itu menyaput pelan menebalkan lukanya. (hal. 81)

Hingga malam dihajar desing panah sang fajar, aku belum juga terlelap. (hal. 105)

Udara pecah, sepecah hatiku terkeping-keping dan terkapar-kapar. (hal. 113)

***

Pada buku ini terdapat halaman bonus yang berjudul: Hindari “Dosa-Dosa Preett” ini Dalam Menulis. Dengan membacanya ini aku ngerasa ‘makjleb’ banget. Aku jadi ngerasa ‘berdosa’. Pantas saja kalau sampai saat ini aku belum pernah bisa lolos tiap kali ikut lomba cerpen. Ketika aku membaca lagi cerpen yang dulu pernah aku buat, ternyata sangat membosankan.

Saat membaca biografi penulis di halaman terakhir, aku jadi malu. Seorang penulis sekelas beliau, pada awal karirnya telah membuat 700 cerpen agar bisa dimuat pada sebuah Harian di Yogyakarta. Sementara aku? Baru gagal beberapa kali saja sudah mau menyerah. Cerpen yang aku buat bahkan masih bisa dihitung dengan jari. Harusnya aku tidak boleh menyerah semudah ini, aku harus terus berusaha sambil terus belajar. Fighting!

***

Tak ada gading yang tak retak, tak ada jomblo yang tak galau, #eeeh. Tak ada yang sempurna, sama seperti kumpulan cerpen ini. Pada buku ini terdapat beberapa istilah yang baru pertama kali aku baca, hingga aku kurang bisa mengerti apa yang dimaksud oleh penulis. Istilah tersebut seperti terdapat pada kalimat-kalimat berikut:

Aku diam. Kalimatnya tajam, setajam pisau fenomenologis Recoeur saat membugili Dilthey dan Husserl. (hal. 114)

Siapa Recoeur? Dilthhey? Husserl? Ya, aku tidak tahu siapa mereka.

 

Tanpa sempat memekik, kepala mama dalam hitungan milidetik bak laju M-1 VR46 bergelinding jatuh, pas berhenti di sela sepasang kaki kecil itu. (hal. 73)

Apa itu M-1 VR46? Pertama terlintas dibenakku, mungkin sejenis itu kendaraan, tapi aku sendiri tidak yakin.

 

Karena wawasanku yang terbatas, aku harus bertanya kepada Mbah Google mengenai kata/istilah tersebut. Namun, dengan begitu aku jadi tahu tentang apa yang sebelumnya aku tidak tahu. Jadi, secara tidak langsung aku bisa menambah wawasanku.

***

Terlepas dari kekurangannya, secara keseluruhan buku ini sangat recomended untuk dibaca. Buku ini cocok dijadikan sebagai teman dalam mengisi waktu luang. Juga sangat bagus bagi mereka yang ingin atau sedang belajar menulis. Buku ini sangat inspiratif. Banyak pelajaran yang bisa diambil dari buku ini, bukan hanya pelajaran tentang menulis, tapi juga pelajaran tentang kehidupan.

Read Full Post »